Minggu, 09 Januari 2011

Bahaya Mie Instan




Add caption

           Produk mie instan milik Indomie dicekal di Taiwan dan Hong Kong karena alasannya menggunakan Methyl paraben atau Methyl P-Hydroxybenzoate (E218) sebagai pengawetnya. Apa itu zat pengawet E218? Benarkah berbahaya?
       Departemen Kesehatan dan badan pengawas makanan di Taiwan melakukan razia di sejumlah supermarket untuk menarik produk Indomie sejak pekan lalu. Departemen Kesehatan Taiwan beralasan Indomie menggunakan zat pengawet Methyl P-Hydroxybenzoate yang tidak boleh digunakan untuk makanan. Di Taiwan zat ini hanya digunakan untuk produk kosmetik agar tidak berjamur.
              Seperti apa sebenarnya Methyl P-Hydroxybenzoate itu?
Methyl paraben adalah salah satu  pengawet dengan rumus kimia CH3 (C6H4 (OH) COO). Ini adalah ester Methyl asam p-hidroksibenzoat. Zat ni termasuk ester Methyl asam p-hidroksibenzoat.







              Sebutan lain dari Methyl paraben antara lain yaitu : Nipagin M, E218, Methyl P-Hydroxybenzoate. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration (FDA) seperti dilansir Ehow, Senin (11/10/2010) memasukkan Methyl P-Hydroxybenzoate sebagai zat pengawet yang aman. Bahan ini memang diperbolehkan untuk digunakan pada produk kosmetik, produk farmasi atau obat serta produk makanan dalam batas tertentu. 
                    1. Penggunaan untuk kosmetik
              Selama lebih dari 80 tahun, metil telah digunakan sebagai pengawet dalam industri kosmetik yang sering ditemukan pada pelembab wajah, produk anti-penuaan, pewarna rambut, produk pemutihan kulit, gel cukur, pembersih wajah, spray, shampo dan conditioner, maskara, eye shadow dan alas bedak.
                    2. Penggunaan untuk farmasi
              Dalam industri farmasi, metil telah digunakan untuk melindungi obat sejak 1924. Methyl paraben digunakan untuk anti-bakteri seperti pada antibiotik topikal, kortikosteroid dan obat tetes mata. Beberapa antibiotik seperti penggunaan methylparaben pada penisilin mencegah kontaminasi mikroorganisme.
                   3. Penggunaan untuk makanan
              Karena sifatnya yang anti jamur, metil digunakan sebagai penghambat ragi dalam produk makanan. FDA mengatakan produk ini aman digunakan dalam jumlah kecil. Pada makanan metil ditemukan pada berbagai produk susu beku, minyak dan lemak, selai, sirup dan bumbu-bumbu. Aturan penggunaan nipagin atau methyl p-hidroxybenzoate dalam Codex untuk saus dan produk sejenis yakni maksimum 1.000 mg/kg. Sedangkan di Indonesia, mengambil batas jauh lebih rendah dari aturan Codex, yaitu 250 mg/kg. Jadi dalam mie instan, jika kecapnya 4 gram/sachet, berarti kandungan nipagin kurang lebih adalah 1 mg/sachet. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun telah menyatakan bahwa Indonesia berpatokan pada CAC dan mengizinkan penggunaan nipagin dalam batas tertentu. Berdasarkan hasil uji sampel kecap pada mi instan yang mengandung nipagin dalam lima tahun terakhir, BPOM menilai penggunaan nipagin pada mi instan di Indonesia saat ini dalam batas aman. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kustantinah belum lama ini menyatakan, nipagin dalam kecap mi instan aman dikonsumsi. Dengan catatan, konsumsinya tidak berlebihan.
                   Batasan konsumsi
                 Sebagai pengawet makanan, FDA menggolongkan Methyl paraben dalam kategori Generally Recognized as Safe (GRAS). Artinya, bahan kimia ini bisa dan aman untuk digunakan pada sebagian besar produk makanan. Sebagai pengawet makanan, Methyl paraben memiliki keunggulan dibanding pengawet lain yaitu lebih mudah larut air. Oleh karenanya, senyawa ini sering dipakai karena dinilai lebih aman saat terlibat kontak dengan cairan. Kelebihan lainnya, Methyl paraben tidak hanya mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan instan dan awetan. Lebih dari itu, senyawa ini juga bisa membantu menjaga kestabilan rasa sehingga makanan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Di dalam tubuh, senyawa ini juga relatif aman karena mudah dimetabolisme. Karena mudah diserap, baik melalui saluran pencernaan maupun kulit, senyawa ini juga lebih cepat dikeluarkan dari dalam tubuh.
                Methyl paraben merupakan jenis paraben yang dapat dihasilkan secara alami pada sejumlah buah-buahan, terutama blueberry. Dalam penggunaan untuk kosmetika, Methyl paraben jarang menimbulkan iritasi meski dapat memicu alergi pada sebagian orang. Senyawa ini tergolong senyawa non-toxic, yang tidak beracun sekalipun terserap melalui permukaan kulit maupun pencernaan. Methyl paraben tidak berbahaya asal tidak dikonsumsi secara berlebihan. Asupan aman bagi tubuh per hari untuk zat ini adalah 10 mg/kg berat badan per hari. Contohnya, jika berat kita 55 kg maka asupan yang bisa diterima tubuh adalah 10 x 55 = 550 per hari.
             Aturan batas penggunaan nipagin di setiap negara tidak sama. Berbeda dengan Indonesia yang menetapkan batas maksimal 250 mg/kg, Hongkong menetapkan 550 mg/kg. Amerika Serikat, Kanada, dan Singapura, menetapkan kadar maksimum nipagin 1.000 mg/kg.
             Meski ada beberapa penemuan soal bahaya Methyl namun hingga kini penemuan tersebut belum sepenuhnya diuji. Penelitian Cosmetic Safety Database metil telah dikaitkan dengan kanker, alergi, gangguan endokrin, keracunan atau perubahan tingkat sel. Namun penemuan ini masih harus dibuktikan. Sementara beberapa penelitian menunjukkan metil dapat bereaksi dengan paparan ultraviolet B sehingga mengakibatkan peningkatan kerusakan DNA dan penuaan kulit. Namun seperti ditegaskan FDA sepanjang jumlah yang dipakai tidak melebihi dosis produk ini cukup aman.

Dua kali dipotong
Kamis, 20 November 2008, Hilal mengeluh sakit perut. Kupikir sakit biasa. Anehnya, setelah tiga hari, sakitnya tak kunjung hilang dan ditambah ia tidak bisa buang air besar. Gara-gara itulah perutnya membesar.
Khawatir, kubawa Hilal ke mantri dekat rumah. Karena tetap tidak ada perubahan, kami kemudian membawanya ke RSU Dr Slamet, Garut. Ternyata hasil pemeriksaan dokter lebih menyeramkan dari yang kuduga. Kupikir, cukup dengan obat pencahar perut, sakit Hilal bisa segera sembuh. Rupanya tak segampang itu.
Hasil tes darah dan rontgen memperlihatkan, Hilal harus segera dioperasi karena beberapa bagian di ususnya bocor dan membusuk. Ketika kutanyakan apa penyebabnya, dokter menjawab, akibat dari kandungan makanan yang Hilal konsumsi selama ini tidak sehat dan membuat ususnya rusak. Saat itulah kutahu Hilal terlalu sering menyantap mi instan. Astagfirullah….
Atas rujukan dokter, kami kemudian membawa Hilal ke RS Hasan Sadikin, Bandung, dengan alasan peralatan medis di RS itu lebih lengkap. Sejak awal, tim dokter sudah pesimistis dengan kondisi Hilal yang begitu memprihatinkan dengan berat badan yang tidak sampai 11 kg. Dokter juga bilang, dari puluhan kasus serupa, hanya tiga orang yang bertahan hidup. Aku hanya bisa berserah pada Allah SWT.
Baru pada 25 November 2008 operasi dilakukan di RS Immanuel, Bandung. Saat itu aku sedang hamil tiga bulan. Dokter mengamputasi usus Hilal sekitar 10 cm. Untuk menyatukan bagian usus yang terputus itu, dokter menyambungnya dengan usus sintetis. Selain itu, dokter juga membuat lubang anus sementara (kolostomi) di dinding perut sebelah kanan.
Utang belum lunas
Ternyata cobaan kami belum berakhir sampai di situ. Tiga hari kemudian, dokter menemukan masih ada bagian usus yang bocor. Mau tidak mau, Hilal harus kembali naik ke meja operasi dan merelakan sebagian ususnya lagi.
Jelas, aku dan suami sangat ingin Hilal sembuh. Namun, di sisi lain, penghasilanku sebagai buruh tidaklah seberapa. Setiap bulan, aku hanya bisa membawa pulang uang Rp 250.000 atau Rp 300.000 kalau lembur. Adapun suamiku penghasilannya tidak pernah menentu. Maklum, ia hanya kuli kasar di pabrik tahu di Bandung.
Sejak Hilal jatuh sakit, aku memutuskan berhenti bekerja. Alhasil, suamiku harus banting tulang mengerjakan pekerjaan apa pun asal menghasilkan uang. Kendati sudah bekerja begitu keras, rasanya sia-sia saja. Biaya operasi Hilal yang mencapai Rp 16 juta terasa begitu besar dan entah kapan bisa dilunasi. Apalagi, kami hanya punya waktu 10 hari untuk melunasinya. Untung pihak rumah sakit berbaik hati memberi kelonggaran waktu dua hari sehingga kami masih sempat meminjam uang ke beberapa keluarga dan tetangga.
Demi kesembuhan Hilal pula, kami harus lebih berhemat. Rumah kontrakan kami tinggalkan dan kami menumpang di rumah orangtuaku. Sebenarnya uang kontrakan rumah itu tidak terlalu besar, hanya Rp 300.000 per tahun, tapi tetap saja uang sebesar itu sangat berarti untuk biaya pengobatan Hilal.
Kata dokter, kolostomi di perut Hilal sudah bisa ditutup setelah tiga bulan. Namun, baru setelah delapan bulan kemudian, tepatnya 23 Juli 2009, operasi penutupan dilakukan. Apalagi kalau bukan masalah biaya. Itu pun bisa dilakukan karena kami dapat bantuan dari sebuah stasiun televisi swasta sebesar Rp 14 juta.

2 komentar:

  1. Wah bahaya segitu ya, kalau kami sekeluarga membatasi makan Indomi hanya 2 kali max dalam waktu seminggu. Semoga yang sakit karena Indomibisa cepat sehat kembali, Amin.

    BalasHapus
  2. Wah bahaya segitu ya, kalau kami sekeluarga membatasi makan Indomi hanya 2 kali max dalam waktu seminggu. Semoga yang sakit karena Indomibisa cepat sehat kembali, Amin.

    BalasHapus